tribunindonesia

Archive for the ‘KESEHATAN’ Category

Belajar dari Pengalaman Mbah Surip

In KESEHATAN on 7 Agustus 2009 at 11:54 PM

IBARAT mesin mobil, tubuh manusia pun perlu istirahat. Jika terus dipaksa untuk beraktivitas, maka tubuh kita akan mengalami kelelahan. Dampak kelelahan ini adalah gangguan kesehatan secara umum, kambuhnya berbagai penyakit kronis, dan penurunan daya tahan tubuh seseorang. Kelelahan dan stres yang tinggi juga akan sangat mengganggu proses metabolisme dan hormonal dalam tubuh kita.

Kelelahan terjadi karena dipaksanya fisik dan mental kita untuk bekerja secara terus-menerus tanpa istirahat yang cukup. Selain itu, kondisi lingkungan kerja yang tidak sehat, seperti bising, suhu ruangan yang panas, dan asap rokok di dalam ruangan, memperburuk kelelahan yang terjadi itu.

Kondisi ini berakibat serius bagi kesehatan bila diperburuk konsumsi rokok terus-menerus disertai konsumsi kopi berlebihan, suplemen, minuman berenergi mengandung ginseng dan kafein. “Kelelahan berhubungan berbagai gangguan kesehatan, seperti gangguan sistem pencernaan, gangguan sistem jantung dan pembuluh darah, serta penurunan daya tahan tubuh,” kata dr Ari Fahrial Syam dari Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Rabu (5/8) di Jakarta.

“Pengalaman dari artis dan seniman kita, termasuk yang terjadi pada almarhum Mbah Surip, membuktikan, akumulasi antara kelelahan, kurang tidur, banyak mengonsumsi kopi, dan merokok terus-menerus mencetuskan terjadinya gangguan akut pada tubuh, di antaranya serangan jantung yang berakibat fatal,” ujarnya.

Berbagai penyakit kronis dapat kambuh jika seseorang mengalami kelelahan, antara lain sakit maag, gangguan kejiwaan, asma, kencing manis, hipertensi, stroke, dan serangan jantung.

“Apabila sudah ditemukan adanya gangguan kesehatan seperti mual, muntah, dan sakit kepala disertai nyeri dada, itu adalah peringatan agar kita berhenti beraktivitas untuk mengobati gangguan kesehatan yang telah terjadi. Serangan jantung sendiri sebenarnya bukan terjadi tiba-tiba, tetapi merupakan proses. Faktor risiko untuk terjadinya serangan jantung sebenarnya bisa diidentifikasi,” kata dia.

Beberapa pemeriksaan, nilainya hanya diketahui dengan pemeriksaan darah rutin, pemeriksaan urin dan kotoran, pemeriksaan gula darah, kadar kolesterol darah, kadar asam urat, pemeriksaan fungsi ginjal, dan fungsi hati. Selain itu, pemeriksaan tekanan darah penting untuk mengetahui adanya hipertensi. Ia juga mengatakan, pemeriksaan rutin, terutama untuk masyarakat berusia di atas 40 tahun, merupakan hal penting.

Secara khusus, untuk jantung, pemeriksaan EKG saat istirahat dan pemeriksaan treadmil test merupakan screening yang baik untuk mengidentifikasi adanya gangguan jantung. Selain pemeriksaan kesehatan rutin, bagi masyarakat yang memang supersibuk diminta untuk tetap mempertahankan jumlah tidur minimal 6 jam sehari. Ia mengatakan, di mana ada kesempatan untuk beristirahat, maka dianjurkan untuk beristirahat.

“Di sela-sela waktu makan sebaiknya ada makanan yang dikonsumsi, terutama makanan sehat yang tidak mengandung cokelat keju, berlemak, dan juga mengurangi goreng-gorengan. Minum air putih harus tetap dipertahankan sebanyak minimal 2 liter per hari. Lebih banyak mengonsumsi buah dan sayur-sayuran,” ujarnya. Ia menambahkan, di waktu antara makan, baik juga untuk selalu mengonsumsi buah, mengurangi mengisap rokok, minuman bersoda, dan jangan berlebihan minum kopi atau maksimal 2 gelas sehari.

“Suplemen sebaiknya juga jangan dikonsumsi berlebihan, dan sebaiknya minuman berkafein atau mengandung ginseng juga dihindari karena sebenarnya, yang dibutuhkan tubuh saat itu adalah istirahat. Selain itu juga yang terpenting adalah melakukan olahraga secara teratur,” tambah Ari. Dengan demikian, kemungkinan kelelahan yang terjadi dan dampak dari kelelahan bisa diantisipasi.

sumber: Kompas

Belajar dari Pengalaman Mbah Surip

In KESEHATAN on 7 Agustus 2009 at 11:54 PM

IBARAT mesin mobil, tubuh manusia pun perlu istirahat. Jika terus dipaksa untuk beraktivitas, maka tubuh kita akan mengalami kelelahan. Dampak kelelahan ini adalah gangguan kesehatan secara umum, kambuhnya berbagai penyakit kronis, dan penurunan daya tahan tubuh seseorang. Kelelahan dan stres yang tinggi juga akan sangat mengganggu proses metabolisme dan hormonal dalam tubuh kita.

Kelelahan terjadi karena dipaksanya fisik dan mental kita untuk bekerja secara terus-menerus tanpa istirahat yang cukup. Selain itu, kondisi lingkungan kerja yang tidak sehat, seperti bising, suhu ruangan yang panas, dan asap rokok di dalam ruangan, memperburuk kelelahan yang terjadi itu.

Kondisi ini berakibat serius bagi kesehatan bila diperburuk konsumsi rokok terus-menerus disertai konsumsi kopi berlebihan, suplemen, minuman berenergi mengandung ginseng dan kafein. “Kelelahan berhubungan berbagai gangguan kesehatan, seperti gangguan sistem pencernaan, gangguan sistem jantung dan pembuluh darah, serta penurunan daya tahan tubuh,” kata dr Ari Fahrial Syam dari Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Rabu (5/8) di Jakarta.

“Pengalaman dari artis dan seniman kita, termasuk yang terjadi pada almarhum Mbah Surip, membuktikan, akumulasi antara kelelahan, kurang tidur, banyak mengonsumsi kopi, dan merokok terus-menerus mencetuskan terjadinya gangguan akut pada tubuh, di antaranya serangan jantung yang berakibat fatal,” ujarnya.

Berbagai penyakit kronis dapat kambuh jika seseorang mengalami kelelahan, antara lain sakit maag, gangguan kejiwaan, asma, kencing manis, hipertensi, stroke, dan serangan jantung.

“Apabila sudah ditemukan adanya gangguan kesehatan seperti mual, muntah, dan sakit kepala disertai nyeri dada, itu adalah peringatan agar kita berhenti beraktivitas untuk mengobati gangguan kesehatan yang telah terjadi. Serangan jantung sendiri sebenarnya bukan terjadi tiba-tiba, tetapi merupakan proses. Faktor risiko untuk terjadinya serangan jantung sebenarnya bisa diidentifikasi,” kata dia.

Beberapa pemeriksaan, nilainya hanya diketahui dengan pemeriksaan darah rutin, pemeriksaan urin dan kotoran, pemeriksaan gula darah, kadar kolesterol darah, kadar asam urat, pemeriksaan fungsi ginjal, dan fungsi hati. Selain itu, pemeriksaan tekanan darah penting untuk mengetahui adanya hipertensi. Ia juga mengatakan, pemeriksaan rutin, terutama untuk masyarakat berusia di atas 40 tahun, merupakan hal penting.

Secara khusus, untuk jantung, pemeriksaan EKG saat istirahat dan pemeriksaan treadmil test merupakan screening yang baik untuk mengidentifikasi adanya gangguan jantung. Selain pemeriksaan kesehatan rutin, bagi masyarakat yang memang supersibuk diminta untuk tetap mempertahankan jumlah tidur minimal 6 jam sehari. Ia mengatakan, di mana ada kesempatan untuk beristirahat, maka dianjurkan untuk beristirahat.

“Di sela-sela waktu makan sebaiknya ada makanan yang dikonsumsi, terutama makanan sehat yang tidak mengandung cokelat keju, berlemak, dan juga mengurangi goreng-gorengan. Minum air putih harus tetap dipertahankan sebanyak minimal 2 liter per hari. Lebih banyak mengonsumsi buah dan sayur-sayuran,” ujarnya. Ia menambahkan, di waktu antara makan, baik juga untuk selalu mengonsumsi buah, mengurangi mengisap rokok, minuman bersoda, dan jangan berlebihan minum kopi atau maksimal 2 gelas sehari.

“Suplemen sebaiknya juga jangan dikonsumsi berlebihan, dan sebaiknya minuman berkafein atau mengandung ginseng juga dihindari karena sebenarnya, yang dibutuhkan tubuh saat itu adalah istirahat. Selain itu juga yang terpenting adalah melakukan olahraga secara teratur,” tambah Ari. Dengan demikian, kemungkinan kelelahan yang terjadi dan dampak dari kelelahan bisa diantisipasi.

sumber: Kompas

Flu Babi Tantangan Pasca Flu Burung

In KESEHATAN on 28 April 2009 at 11:19 PM


Pemahaman soal tindakan pengamanan secara biologis (biosecurity) untuk mencegah kasus terpaparnya virus flu babi pada manusia masih sangat lemah. Akibatnya, praktik soal biosecurity yang hingga saat ini masih jadi satu-satunya metode terbaik menangkal kemunculan pandemi flu babi di Indonesia tidak dilakukan dengan sempurna.

Pemantauan di salah satu peternakan babi di Dusun Klampisan, Desa Karangmojo, Kecamatan Plandaan, Kabupaten Jombang, Selasa (28/4), menunjukkan bahwa upaya biosecurity itu hanya dilakukan dengan menyemprotkan cairan desinfektan ke kandang. Elias Sudarsono (36), peternak babi di lokasi itu, menyebutkan, setiap dua atau tiga hari sekali, enam kandang yang memuat 31 ekor babi disemprot cairan desinfektan itu.

Cegah Penyebaran
Ada tujuh langkah yang ditempuh oleh Pemerintah Indonesia melalui Departemen Kesehatan dalam mewaspadai dan mencegah penyebaran Virus H1N1 atau Flu Babi (Swine Flu).

Demikian dikatakan dalam surat edaran dari Menteri Kesehatan RI, Siti Fadilah Supari yang dibacakan langsung oleh Direktur Utama Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung, Prof Dr dr Cissy RS Prawira SpA(K) MSc, di Ruang Pers RS Hasan Sadikin Bandung, Selasa.

Tujuh langkah tersebut ialah pertama, sudah terpasangnya thermal scanner (alat pendeteksi suhu tubuh) di terminal kedatangan bandara internasional, kedua, mengaktifkan kembali sekitar 80 sentinel untuk surveillance ILI dan Pneumonia baik dalam bentuk klinik atau virologi.

Ketiga, menyiapkan obat-obatan yang berhubungan dengan penaggulangan Flu Babi yang pada dasarnya adalh Oseltamivir yang sama untuk H5N1 (virus Flu Burung), keempat menyiapakan 100 rumah sakit rujukan yang sudah ada dengan kemampuan menangani kasus Flu Babi.

Kelima menyiapkan kemampuan laboratorium untuk pemeriksaan H1N1 (virus Flu Babi) di berbagai Laboratorium Flu Burung yang sudah ada, keenam, menyebarluaskan informasi ke masyarkat luas dan menyiagakan kesehatan melalui desa siaga.

Terakhir, simulasi penanggulangan Pandemi Influenza yang baru dilakukan minggu lalu di Makasar juga merupakan upaya nyata persiapan pemerintah dalam menghadapi berbagai kemungkinan Kejadian Luar Biasa (KLB) atau Public health Emergency Internasional Concern (PHEIC) seperti Flu Babi.

Menurut Cissy, virus H5N1 jauh lebih berbahaya daripada virus H1N1, terutama di Indonesia (jika dilihat dari angka kematianya).

Dikatakannya, kemungkinan virus H1N1 tidak akan mampu hidup di daerah tropis seperti Indonesia, sedangkan H1N1 biasanya hidup di daerah empat musim (kecuali pada saat musim semi dan panas). (kom)

Flu Babi Tantangan Pasca Flu Burung

In KESEHATAN on 28 April 2009 at 11:19 PM


Pemahaman soal tindakan pengamanan secara biologis (biosecurity) untuk mencegah kasus terpaparnya virus flu babi pada manusia masih sangat lemah. Akibatnya, praktik soal biosecurity yang hingga saat ini masih jadi satu-satunya metode terbaik menangkal kemunculan pandemi flu babi di Indonesia tidak dilakukan dengan sempurna.

Pemantauan di salah satu peternakan babi di Dusun Klampisan, Desa Karangmojo, Kecamatan Plandaan, Kabupaten Jombang, Selasa (28/4), menunjukkan bahwa upaya biosecurity itu hanya dilakukan dengan menyemprotkan cairan desinfektan ke kandang. Elias Sudarsono (36), peternak babi di lokasi itu, menyebutkan, setiap dua atau tiga hari sekali, enam kandang yang memuat 31 ekor babi disemprot cairan desinfektan itu.

Cegah Penyebaran
Ada tujuh langkah yang ditempuh oleh Pemerintah Indonesia melalui Departemen Kesehatan dalam mewaspadai dan mencegah penyebaran Virus H1N1 atau Flu Babi (Swine Flu).

Demikian dikatakan dalam surat edaran dari Menteri Kesehatan RI, Siti Fadilah Supari yang dibacakan langsung oleh Direktur Utama Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung, Prof Dr dr Cissy RS Prawira SpA(K) MSc, di Ruang Pers RS Hasan Sadikin Bandung, Selasa.

Tujuh langkah tersebut ialah pertama, sudah terpasangnya thermal scanner (alat pendeteksi suhu tubuh) di terminal kedatangan bandara internasional, kedua, mengaktifkan kembali sekitar 80 sentinel untuk surveillance ILI dan Pneumonia baik dalam bentuk klinik atau virologi.

Ketiga, menyiapkan obat-obatan yang berhubungan dengan penaggulangan Flu Babi yang pada dasarnya adalh Oseltamivir yang sama untuk H5N1 (virus Flu Burung), keempat menyiapakan 100 rumah sakit rujukan yang sudah ada dengan kemampuan menangani kasus Flu Babi.

Kelima menyiapkan kemampuan laboratorium untuk pemeriksaan H1N1 (virus Flu Babi) di berbagai Laboratorium Flu Burung yang sudah ada, keenam, menyebarluaskan informasi ke masyarkat luas dan menyiagakan kesehatan melalui desa siaga.

Terakhir, simulasi penanggulangan Pandemi Influenza yang baru dilakukan minggu lalu di Makasar juga merupakan upaya nyata persiapan pemerintah dalam menghadapi berbagai kemungkinan Kejadian Luar Biasa (KLB) atau Public health Emergency Internasional Concern (PHEIC) seperti Flu Babi.

Menurut Cissy, virus H5N1 jauh lebih berbahaya daripada virus H1N1, terutama di Indonesia (jika dilihat dari angka kematianya).

Dikatakannya, kemungkinan virus H1N1 tidak akan mampu hidup di daerah tropis seperti Indonesia, sedangkan H1N1 biasanya hidup di daerah empat musim (kecuali pada saat musim semi dan panas). (kom)

Tembakau dan 1 Miliar Nyawa

In KESEHATAN on 28 April 2009 at 11:11 PM


KONFERENSI Dunia untuk Tembakau atau Kesehatan (WCTOH) Ke-14 tetap berlangsung di Mumbai, India, tanggal 8-12 Maret, walaupun kota itu sempat terguncang serangan teroris selama dua hari sejak 26 November 2008. Dihadiri lebih dari 2.000 peserta dari seratusan negara, konferensi ini menjadi penting karena ”wabah” konsumsi tembakau, khususnya rokok, kian agresif menyerbu negara-negara sedang berkembang, termasuk Indonesia.

Menteri Kesehatan India Dr Anbumani Ramadoss dalam sambutannya ketika membuka konferensi menyatakan, penduduk India, China, dan Indonesia yang mencakup sepertiga populasi dunia kini menjadi target pemasaran industri rokok multinasional. ”Industri rokok mulai mencopoti infrastrukturnya dari negara-negara maju dan memasangnya di negara-negara sedang berkembang. Ini tak bisa dibiarkan,” katanya.

Dr Ramadoss dikenal sebagai tokoh yang gigih dalam pengendalian konsumsi tembakau dan rokok di India, yang berani mengambil risiko tidak populer dan dimusuhi industri rokok serta petani tembakau karena ia sejak Oktober tahun lalu melarang rokok diiklankan dan dipromosikan di media massa, media luar ruang, maupun jadi sponsor event olahraga dan pergelaran musik. Mulai 31 Mei 2009, ia bakal mewajibkan agar semua kemasan rokok memasang peringatan dengan gambar bahaya rokok bagi kesehatan. Dan, kini, ia sedang berusaha keras pula untuk melarang adegan merokok dalam film-film India.

Andaikan sikap seperti itu dimiliki juga oleh menteri kesehatan semasa pemerintahan Presiden Megawati dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang sebentar lagi berakhir, puluhan juta nyawa rakyat Indonesia akan dapat selamat dan puluhan triliun rupiah devisa dapat dihemat.

Sayang kewajiban negara melindungi rakyatnya dikompromikan oleh dalih bisnis. Indonesia, di forum seperti WCTOH Ke-14 di Mumbai, menjadi satu-satunya negara di Benua Asia yang belum meratifikasi Konvensi Kerangka untuk Pengendalian Tembakau (FCTC), yang diadopsi Majelis Kesehatan Dunia (WHA), Mei 2003.

Hingga Februari lalu, sudah 161 dari 193 negara anggota Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) meratifikasi FCTC, sebuah traktat hukum internasional yang mengikat. Walaupun secara federal Amerika Serikat belum meratifikasi FCTC, sejumlah negara bagian sudah amat membatasi promosi rokok dan kebebasan merokok di tempat kerja/umum.

Dr Margaret Chan, Direktur Jenderal WHO, dalam pesan videonya menyatakan, jika dunia tidak mengendalikan tembakau/rokok, selama satu abad ini sedikitnya 1 miliar penduduk dunia akan mati sia-sia. Ini merupakan peningkatan 10 kali lipat dibandingkan dengan angka kematian akibat rokok pada abad ke-20!

”Tahun ini saja 5 miliar orang akan mati karena rokok. Merokok adalah pembunuh nomor satu di dunia. Korbannya melampaui gabungan orang yang meninggal karena AIDS, malaria, dan tuberkulosis. Merokok membunuh begitu banyak orang karena terjadi secara perlahan-lahan, karena kurangnya perhatian dan kurangnya komitmen politik, karena keserakahan industri rokok, serta karena pengaruh iklan,” kata Dr Matt Myers, Direktur Campaign for Tobacco-Free Kids, sebuah LSM AS yang didukung lembaga filantrofi Michael R Bloomberg, Wali Kota New York, kepada para wartawan mancanegara di Mumbai.

Myers mengingatkan, masyarakat dan media massa perlu jeli meneliti motif corporate social responsibility (CSR) yang dilakukan perusahaan rokok, apakah untuk mengurangi dampak merokok atau untuk melunakkan pemerintah, dan memperbaiki citranya.

Bukan filantrofi

Hal senada diungkapkan Dr Mary Assunta Kolandai, Direktur Proyek Pengendalian Tembakau Internasional Dewan Kanker Australia. Ia menyebutkan, sejak sebuah perusahaan rokok kretek Indonesia tahun 2005 dibeli perusahaan rokok AS, promosinya yang agresif kini diikuti perusahaan-perusahaan rokok kretek papan atas lain. Bekas pemilik perusahaan rokok kretek itu mengabadikan namanya untuk sebuah yayasan filantrofi, termasuk memberikan penghargaan jurnalistik kepada para wartawan. ”Kegiatan yayasan itu jelas bukan filantrofi karena dananya diperoleh dari keuntungan menjual rokok. Selain itu, nama yayasan itu tetap identik dengan merek rokok. Tahukah Anda bahwa merokok itu membunuh separuh dari penggunanya?” katanya.

Kolandai yang sejak 1983 hingga 1991 giat berkampanye antirokok di Malaysia menyatakan, akibat Pemerintah Indonesia yang konformis terhadap lobi industri rokok, pengendalian rokok di Indonesia tertinggal dari Malaysia dan Thailand selama 20 tahun. Selama dua dekade terakhir, perusahaan rokok Amerika dan multinasional berusaha menembus monopoli dan dominasi perusahaan rokok nasional di Jepang, Korea Selatan, Taiwan, China, Thailand, dan terakhir Indonesia.

”Ketika Pemerintah Thailand dituntut AS ke WTO tahun 1989, dua tahun kemudian pemerintah dan parlemen Thailand meloloskan legislasi pembatasan pemasaran dan iklan rokok. Alasannya, untuk melindungi jutaan nyawa warganya. Mengapa hal yang sama tidak dilakukan Pemerintah Indonesia untuk menyelamatkan jutaan warganya?” ujar Kolandai sambil menyebut, lebih dari 60 persen pria dewasa Indonesia merokok.

Ia mengingatkan, hendaknya Pemerintah Indonesia tidak silau dengan triliunan rupiah cukai dan pajak yang disetorkan oleh perusahaan rokok karena sesungguhnya mereka cuma kolektor cukai. Pembayar pajaknya tetap rakyat. Pemiliknya menjadi orang-orang terkaya, sementara nasib petani tembakau tetap tak beranjak. (kom)

Tembakau dan 1 Miliar Nyawa

In KESEHATAN on 28 April 2009 at 11:11 PM


KONFERENSI Dunia untuk Tembakau atau Kesehatan (WCTOH) Ke-14 tetap berlangsung di Mumbai, India, tanggal 8-12 Maret, walaupun kota itu sempat terguncang serangan teroris selama dua hari sejak 26 November 2008. Dihadiri lebih dari 2.000 peserta dari seratusan negara, konferensi ini menjadi penting karena ”wabah” konsumsi tembakau, khususnya rokok, kian agresif menyerbu negara-negara sedang berkembang, termasuk Indonesia.

Menteri Kesehatan India Dr Anbumani Ramadoss dalam sambutannya ketika membuka konferensi menyatakan, penduduk India, China, dan Indonesia yang mencakup sepertiga populasi dunia kini menjadi target pemasaran industri rokok multinasional. ”Industri rokok mulai mencopoti infrastrukturnya dari negara-negara maju dan memasangnya di negara-negara sedang berkembang. Ini tak bisa dibiarkan,” katanya.

Dr Ramadoss dikenal sebagai tokoh yang gigih dalam pengendalian konsumsi tembakau dan rokok di India, yang berani mengambil risiko tidak populer dan dimusuhi industri rokok serta petani tembakau karena ia sejak Oktober tahun lalu melarang rokok diiklankan dan dipromosikan di media massa, media luar ruang, maupun jadi sponsor event olahraga dan pergelaran musik. Mulai 31 Mei 2009, ia bakal mewajibkan agar semua kemasan rokok memasang peringatan dengan gambar bahaya rokok bagi kesehatan. Dan, kini, ia sedang berusaha keras pula untuk melarang adegan merokok dalam film-film India.

Andaikan sikap seperti itu dimiliki juga oleh menteri kesehatan semasa pemerintahan Presiden Megawati dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang sebentar lagi berakhir, puluhan juta nyawa rakyat Indonesia akan dapat selamat dan puluhan triliun rupiah devisa dapat dihemat.

Sayang kewajiban negara melindungi rakyatnya dikompromikan oleh dalih bisnis. Indonesia, di forum seperti WCTOH Ke-14 di Mumbai, menjadi satu-satunya negara di Benua Asia yang belum meratifikasi Konvensi Kerangka untuk Pengendalian Tembakau (FCTC), yang diadopsi Majelis Kesehatan Dunia (WHA), Mei 2003.

Hingga Februari lalu, sudah 161 dari 193 negara anggota Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) meratifikasi FCTC, sebuah traktat hukum internasional yang mengikat. Walaupun secara federal Amerika Serikat belum meratifikasi FCTC, sejumlah negara bagian sudah amat membatasi promosi rokok dan kebebasan merokok di tempat kerja/umum.

Dr Margaret Chan, Direktur Jenderal WHO, dalam pesan videonya menyatakan, jika dunia tidak mengendalikan tembakau/rokok, selama satu abad ini sedikitnya 1 miliar penduduk dunia akan mati sia-sia. Ini merupakan peningkatan 10 kali lipat dibandingkan dengan angka kematian akibat rokok pada abad ke-20!

”Tahun ini saja 5 miliar orang akan mati karena rokok. Merokok adalah pembunuh nomor satu di dunia. Korbannya melampaui gabungan orang yang meninggal karena AIDS, malaria, dan tuberkulosis. Merokok membunuh begitu banyak orang karena terjadi secara perlahan-lahan, karena kurangnya perhatian dan kurangnya komitmen politik, karena keserakahan industri rokok, serta karena pengaruh iklan,” kata Dr Matt Myers, Direktur Campaign for Tobacco-Free Kids, sebuah LSM AS yang didukung lembaga filantrofi Michael R Bloomberg, Wali Kota New York, kepada para wartawan mancanegara di Mumbai.

Myers mengingatkan, masyarakat dan media massa perlu jeli meneliti motif corporate social responsibility (CSR) yang dilakukan perusahaan rokok, apakah untuk mengurangi dampak merokok atau untuk melunakkan pemerintah, dan memperbaiki citranya.

Bukan filantrofi

Hal senada diungkapkan Dr Mary Assunta Kolandai, Direktur Proyek Pengendalian Tembakau Internasional Dewan Kanker Australia. Ia menyebutkan, sejak sebuah perusahaan rokok kretek Indonesia tahun 2005 dibeli perusahaan rokok AS, promosinya yang agresif kini diikuti perusahaan-perusahaan rokok kretek papan atas lain. Bekas pemilik perusahaan rokok kretek itu mengabadikan namanya untuk sebuah yayasan filantrofi, termasuk memberikan penghargaan jurnalistik kepada para wartawan. ”Kegiatan yayasan itu jelas bukan filantrofi karena dananya diperoleh dari keuntungan menjual rokok. Selain itu, nama yayasan itu tetap identik dengan merek rokok. Tahukah Anda bahwa merokok itu membunuh separuh dari penggunanya?” katanya.

Kolandai yang sejak 1983 hingga 1991 giat berkampanye antirokok di Malaysia menyatakan, akibat Pemerintah Indonesia yang konformis terhadap lobi industri rokok, pengendalian rokok di Indonesia tertinggal dari Malaysia dan Thailand selama 20 tahun. Selama dua dekade terakhir, perusahaan rokok Amerika dan multinasional berusaha menembus monopoli dan dominasi perusahaan rokok nasional di Jepang, Korea Selatan, Taiwan, China, Thailand, dan terakhir Indonesia.

”Ketika Pemerintah Thailand dituntut AS ke WTO tahun 1989, dua tahun kemudian pemerintah dan parlemen Thailand meloloskan legislasi pembatasan pemasaran dan iklan rokok. Alasannya, untuk melindungi jutaan nyawa warganya. Mengapa hal yang sama tidak dilakukan Pemerintah Indonesia untuk menyelamatkan jutaan warganya?” ujar Kolandai sambil menyebut, lebih dari 60 persen pria dewasa Indonesia merokok.

Ia mengingatkan, hendaknya Pemerintah Indonesia tidak silau dengan triliunan rupiah cukai dan pajak yang disetorkan oleh perusahaan rokok karena sesungguhnya mereka cuma kolektor cukai. Pembayar pajaknya tetap rakyat. Pemiliknya menjadi orang-orang terkaya, sementara nasib petani tembakau tetap tak beranjak. (kom)